SEJARAH DESA WAJASARI
A. SEJARAH DESA WAJASARI
Banyak sedikitnya setiap Desa tentunya ada sejarah atau legenda/riwayat masa lalu yang menyangkut adanya nama Desa, luas wilayah desa dan sebagainya. Yang selanjutnya untuk dijadikan kenangan peringatan atau tonggak sejarah mini bagi masyarakat itu sendiri. Hal ini sangat penting karena sebagai generasi penerus desa yang mau menyadari bahwa segala perlakuan atau tindakan apabila mau menengok ke belakang atau minimal melihat/mengacu pada kegiatan/peristiwa yang ada maka hasilnya akan lebih baik artinya Desa atau Pemerintah Desa atau dengan sebutan lain tetap saja Desa yang mempunyai tinggalan/warisan dari para tokoh pendahulu yang telah bersusah payah mendirikan desa atau peraturannya. Dan ini terbukti bahwa kebijakan atau aturan antara Desa satu dengan desa lain berbeda dalam menjalankan tugas pemerintahannya, contoh untuk aparat desa yang diberi upah atau honor atau dengan sebutan lain menggunakan sawah (bengkok) dan ada yang tidak ada bengkok walaupun sampai sekarang ada aturan yang mengatur tentang itu yaitu Pemerintah, namun hasilnya Kembali kepada Legenda Desa Wajasari kami mencoba menulis untuk mengenang dan merenung tentang keberadaan Desa Wajasari yang konon dari tahun ke tahun oleh para sesepuh Desa Wajasari sebagai berikut :
Pada jaman dahulu kala, desa ini masih berwujud hutan belantara. Ada seorang sakti yang bernama WAJASENJAYA dan ada yang menyebutnya WAJASANJAYA SARI. Beliau membuka hutan dengan cara membakarnya sampai padam yang nantinya dijadikan sebagai batas-batas wilayah.
Beliau berjuang keras untuk membuka hutan bersama Mbah Podourip untuk mendapatkan wilayah yang mereka inginkan. Hasil wilayah yang didapatkan dari membakar hutan tersebut diperkirakan masih luas hasil wilayah Mbah Wajasenjaya dari pada Mbah Podourip. Beliau berhasil mendapat dua wilayah dan menjadikannya sebagai dua dukuh yaitu sebelah barat dan sebelah timur. Namun dengan rendah hati Mbah Wajasenjaya membagi sebagian hasil wilayahnya di dua dukuh tersebut kepadanya Mbah Podourip. Oleh karena itu, ada sebagian wilayah yang ikut Podourip dan akhirnya dikenal dengan nama Durip tempel. Hal tersebut karena wilayah Durip tempel masih menempel pada wilayah dukuh yang didapatkan oleh Mbah Wajasenjaya. Untuk mengingat jasa beliau, dukuh bagian barat diberi nama Dukuh Waja dan sebelah timur diberi nama Dukuh Sari.
Pada suatu waktu, terjadi musim kemarau panjang. Banyak warga Dukuh Waja yang pergi ke desa Podourip karena di Desa Podourip terdapat satu sumur yang airnya dipercaya bertuah dan dikenal dengan nama banyu urip. Akan tetapi, sebelum sampai ke sumur banyak warga yang meninggal dan akhirnya dimakamkan bahkan hanya dibuang di Dukuh Sari. Karena banyaknya mayat yang dibuang, di wilayah tersebut menimbulkan bau tidak sedap. Dari kejadian tersebut, Dukuh Sari lebih dikenal dengan nama dukuh mbanger yang artinya bau tidak sedap (dalam Bahasa Jawa).
Sampai suatu saat, terjadi perselisihan antara keturunan yang memegang kekuasaan wilayah Waja wilayah Podourip yaitu dengan adu kekuatan dan dengan adanya perjanjian "siapa yang kalah akan imakamkan di desa yang menang". Pada adu kekuatan tersebut, ternyata yang kalah adalah pemegang kekuasaan dari wilayah Podourip. Dan sebagai bukti, terdapat satu makam di sebelah barat dan tiga makam di bagian sebelah timur balai desa Waja. Warga percaya makam disebelah barat balai desa adalah makam dari sesepuh Waja. Sedangkan tiga makam di sebelah timur, salah satunya dipercaya sebagai makam sesepuh Podourip yang kalah pada saat adu kekuatan dan dua makam lainnya dipercaya sebagai salah satu sesepuh Waja dan istrinya.
Tabel Kepala Desa Wajasari dari Tahun 1827 s/d Sekarang
NO |
NAMA |
MASA JABATAN |
LAMA MENJABAT |
KETERANGAN |
1 |
WANA MENGGALA |
1827-1839 |
12 |
|
2 |
KRAMA DIPA |
1839-1843 |
4 |
|
3 |
MERTALEKSANA |
1843-1855 |
12 |
|
4 |
MERTANTIKA |
1855-1859 |
4 |
|
5 |
MERTADJAYA |
1859-1871 |
12 |
|
6 |
MERTADIKRAMA |
1871-1877 |
6 |
|
7 |
YASADIKRAMA |
1877-1882 |
5 |
|
8 |
SANTADIWIRYA |
1882-19165 |
33 |
|
9 |
DJAMIHARJA |
1915-1923 |
8 |
|
10 |
MOHAMAD KANAN |
1923-1946 |
23 |
|
11 |
SOETRISNO |
1946-1986 |
40 |
|
12 |
NASIMIN |
1986-1988 |
2 |
PJ |
13 |
PASIMIN |
1988-1998 |
10 |
|
14 |
WAIMIN |
1998-2006 |
8 |
|
15 |
SUNARTO/KARIMAN |
2006-2007 |
1 |
PJ |
16 |
SUKHAMDI |
2007-2013 |
6 |
|
17 |
JEMAKIR |
2013-2019 |
6 |
|
18 |
SUKHAMDI |
2019 S/D Sekarang |
Sekarang |
|
B. Unggah – Unggahan Jelang Bulan Ramadahan
Masyarakat Desa wajasari memiliki kebiasaan/adat menjelang bulan suci ramadhan mengadakan kenduri yang dilaksanakan di balaidesa wajasari, semua masyarakat membawa makanan/tumpeng ke balaidesa untuk bersama - sama berdoa untuk memohon keselamatan untuk seluruh masyarakat desa wajasari yang dipimpin oleh seorang pemuka agama.
C. Merdi Desa/Suran
Merdi Desa/suran sudah menjadi tradisi/adat masyarakat wajasari yang bersama sama melaksanakan kenduri bertempat di balaidesa, masing masing warga membawa makanan/tumpeng lengkap unrtuk di makan bersama yang sebelumnya dilakukan Doa bersama yang dipimpin oleh seorang pemuka agama untuk keselamatan masyarakat desa wajasari khususnya dengan harapan tahun depan lebih baik dari tahun lalu di segala aspek kegiatan yang ada di desa wajasari
D. Jabel Jelang Panaen Raya Padi
Masyarakat Desa Wajasari melaksankan tradisi jabel sebelum pelaksanaan panen padi. Jabel dilakukan ketika padi sudah kuning. Jabel adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat wajasari sebelum panen dengan membawa makanan berupa nasi laup pauk dan makanan tradisional/jajanan pasar ke lokasi sawah yang akan di panen dengan harapan hasilnya panen akan bagus dan diberikan keselamatan.
E. Pentas Kuda Lumping
Tradisi masyarakat untuk melestarikan budaya kesenian kuda lumping langgeng sari budaya desa wajasari yang dilakukan setiap bulan asura/muharam. Pada bulan asura/muharam seluruh personil dan pengiring kesenian kuda lumping langgeng sari budaya melaksanakan ziarah ke makam sesepuh wajasari yang ada di balaidesa Wajasari.
FOTO KEPALA DESA SEJAK 1923 S/D SEKARANG
Bagikan :